Thursday 19 November 2015

Etika Masyarakat Desa (Ilmu Sosial Dasar)

Masyarakat Desa

Masyarakat Pedesaan
                       Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartohadikusuma adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri. Menurut Bintarto desa merupakan perwujudan atau persatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Sedangkan menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.

                        Secara umum, masyarakat pedesaan lebih bersosialisasi dengan kepribadian yang sederhana. Masyarakat pedesaan itu lebih bisa bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya, sehingga mereka hampir hafal semua penduduk yang tinggal di desa. Masyarakat pedesaan juga sangat ramah terhadap orang asing yang belum dikenalnya. Untuk kepribadian, masyarakat pedesaan lebih terkesan santai karena kerjanya tidak terlalu berat seperti masyarakat perkotaan. Pola interaksi masyarakat pedesaan adalah dengan prinsip kerukunan dan bersifat horizontal serta mementingkan kebersamaan. Pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan.

                           Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
1.             Sederhana
2.             Mudah curiga
3.             Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
4.             Mempunyai sifat kekeluargaan
5.             Lugas atau berbicara apa adanya
6.             Tertutup dalam hal keuangan mereka
7.             Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
8.             Menghargai orang lain
9.             Demokratis dan religius
10.           Jika berjanji, akan selalu diingat

                               Sedangkan cara beadaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.

                                Berbeda dengan karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community.

Ada beberapa ciri yang mencolok pada masyarakat pedesaan, yaitu :
1.Kehidupan keagamaan sangat erat dalam diri masyarakat pedesaan
2. Mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal antara ribuan jiwa
3.Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi oleh alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan

4.Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
5. Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat

6. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat dan sebagainya

7.Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan

Kesimpulan :
                                    Masyarakat Pedesaan merupakan ciri sosial dari bangsa ini, karena terkenal dengan kebudayaan dan keramahannya tetapi masih banyak kekurangan terhadap pendidikan dan pemahaman terhadap teknologi.

Saran: 
                                    Sebagai orang kita tidak bisa hidup individual sebaiknya para orang orang pedeesaan lebih meningkatkan hubungan dengan masyarakat desa.

Sumber: 
https://lorentfebrian.wordpress.com/perbedaan-masyarakat-kota-dengan-masyarakat-desa/

Etika Masyarakat Kota

Masyarakat Kota 

Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya.

Masyarakat Perkotaan
                     Pengertian masyarakat perkotaan lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.

Secara umum, masyarakat perkotaan sosialisasinya sudah berkurang dan kepribadiannya beragam. Kurangnya rasa sosialisasi karena masyarakat perkotaan sudah sibuk dengan kepentingannya masing-masing, sedangkan dari kepribadiannya masyarakat perkotaan kebanyakan sedikit stress karena banyaknya target/pencapaian yang harus dicapai dalam jangka waktu tertentu. Pola interaksi masyarakat perkotaan lebih ke motif ekonomi, politik, pendidikan, dan terkadang hierarki dan bersifat vertikal serta individual. Pola solidaritas sosial masyarakat perkotaan terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat. Walaupun begitu, tidak semua masyarakat perkotaan seperti apa yang dijelaskan di atas.

Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1. kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.

2.  orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain

3. di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan sebagainya.

4. jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.

5. interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.

                     Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.

                        Disamping itu, masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan saling berhubungan. Masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu dikota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak.

Kesimpulan :
Bisa Dikatakan bahwa masyarakat perkotaan tidak terlalu bersosisalisasi karena yang sifatnya lebih mementingkan "KENYAMANAN"  tetapi ada kelebihan terhadap perkembangan teknologi.

Saran:
Semua manusia saling membutuhkan tidak ada yang namnya orang desa dan orang kota semua sama dan kita harus menjunjung tinggi rasa kehormatan terhadap sesama karena masyarakat kota dan desa saling membantu.

Sumber :
https://lorentfebrian.wordpress.com/perbedaan-masyarakat-kota-dengan-masyarakat-desa/

Pelapisan Sosial (Ilmu Sosial Dasar)

PENGERTIAN PELAPISAN SOSIAL

Kata stratification berasal dari kata stratum, jamaknya strata yang berarti lapisan. Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita ketahui adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelasyang lebih rendah dalam masyarakat.
Menurut P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu.Oleh karena itu, mereka menuntut gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan anggota masyarakatyang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada di kelas tinggi mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas rendah.
Pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatuyang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat. Wujudnya adalah terdapat lapisan-lapisan di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial tinggi, sedang dan rendah.
Pelapisan sosial merupakan perbedaan tinggi dan rendahnya kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Dasar tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu disebabkan oleh bermacam-macam perbedaan, seperti kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial, serta kekuasaan dan wewenang.


TERJADINYA PELAPISAN SOSIAL
Terjadinya Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu ;
o   Terjadi dengan Sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
o   Terjadi dengan Sengaja
Sistem pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang.


Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:
1)      Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2)      Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas ( Vertikal ).




Pembagian sistem Pelapisan Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya maka sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi :
1)      Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Didalam sistem ini perpindahan anggota masyarakt kepelapisan yagn lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa. Didalam sistem yang demikian itu satu-satunya jalan untuk dapat masuk menjadi anggota dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena kelahiran. Sistem pelapisan tertutup kita temui misalnya di India yang masyaraktnyanmengenal sistem kasta.

2)      Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka
Didalam sistem ini setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk jatuh ke pelapisan yang ada dibawahnya atau naik ke pelapisan yang di atasnya. Sistem yang demikian dapat kita temukan misalnya didalam masyarakat Indonesia sekarang ini. Setiap orang diberi kesempatan untuk menduduki segala jabatan bisa ada kesempatan dan kemampuan untuk itu. Tetapi di samping itu orang jug adapt turun dari jabatannya bila ia tidak mampu mempertahankannya.. Status (kedudkan) yang diperoleh berdasarkan atas usaha sendiri diebut “achieved status”.


Dua analisis Prof. Soerjono Soekanto tentang proses terbentuknya pelapisan sosial :
1)      Sistem pelapisan sosial kemungkinan berpokok kepada sistem pertentangan dalam masyarakat.
2)      Ada sejumlah unsur untuk membuat analisa pelapisan sosial yaitu :
a.       Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti penghasilan, kekayaan, kekuasaan, wewenang.
b.      Sistem pertanggaan yang sengaja diciptakan sehingga ada prestise dan penghargaan atas posisi pelapisan sosial tertentu.
c.       Kriteria sistem pertentangan, yaitu dikukur adanya perbedaan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, hak milik, wewenang, dan kekuasaan.
d.      Lambang-lambang kedudukan, seperti misalnya tingkah laku hidup, cara berpakaian, bentuk rumah, keanggotaan suatu organisasi tertentu.
e.      Mudah atau sukarnya bertukar kedudukan.
f.        Solidaritas di antara individu-individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.


KESAMAAN DERAJAT
Cita-cita kesamaan derajat sejak dulu telah diidam-idamkan oleh manusia. Agama mengajarkan bahwa setiap manusia adalah sama. PBB juga mencita-citakan adanya kesamaan derajat. Terbukti dengan adanya universal Declaration of Human Right, yang lahir tahun 1948 menganggap bahwa manusia mempunyai hak yang dibawanya sejak lahir yang melekat pada dirinya. Beberapa hak itu dimiliki tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama atau kelamin, karena itu bersifat asasi serta universal.
Indonesia, sebagai Negara yang lahir sebelum declaration of human right juga telah mencantumkan dalam paal-pasal UUD 1945 hak-hak azasi manusia. Pasal 2792) UUD 1945 menyatakan bahwa, tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 29(2) menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Pasal - Pasal UUD’45 Tentang Persamaan Hak
Berbagai instrumen HAM di Indonesia antara lain termuat dalam :
1)      Pembukaan UUD 1945
Hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan UUD 1945 :
a.       Alinea I : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah haak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
b.      Alinea IV : “… Pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial……”

2)      Batang Tubuh UUD 1945
Secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 27 sampai 34 dapat dikelompokkan menjadi :
a)      Hak dalam bidang politik (pasal 27 (1) dan 28),
b)      Hak dalam bidang ekonomi (pasal 27 (2), 33, 34),
c)       Hak dalam bidang sosial budaya (pasal 29, 31, 32),
d)      Hak dalam bidang hankam (pasal 27 (3) dan 30).

3)      Berdasarkan amandemen UUD 1945, hak asasi manusia tercantum dalam Bab X A Pasal 28 A sampai dengan 28 J.



ELITE DAN MASSA

Dalam masyarakat tertentu ada sebagian penduduk ikut terlibat dalam kepemimpinan, sebaliknya dalam masyarakat tertentu penduduk tidak diikut sertakan. Dalam pengertian umum elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Dalam cara pemakaiannya yang lebih umum elite dimaksudkan : “ posisi di dalam masyarakat di puncak struktur struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas.” Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat menentukan watak elite. Dalam masyarakat industri watak elitnya berbeda sama sekali dengan elite di dalam masyarakat primitive.
Di dalam suatu pelapisan masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci atau mereka yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai kehijaksanaan. Mereka itu mungkin para pejabat tugas, ulama, guru, petani kaya, pedagang kaya, pensiunan an lainnya lagi. Para pemuka pendapat (opinion leader) inilah pada umumnya memegang strategi kunci dan memiliki status tersendiri yang akhirnya merupakan elite masyarakatnya.
Ada dua kecenderungan untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu : perama menitik beratakan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat mral. Kedua kecenderungan ini melahirkan dua macam elite yaitu elite internal dan elite eksternal, elite internal menyangkut integrasi moral serta solidaritas sosial yang berhubungan dengan perasaan tertentu pada saat tertentu, sopan santun dan keadaan jiwa. Sedangkan elite eksternal adalah meliputi pencapaian tujuan dan adaptasi berhubungan dengan problem-problema yang memperlihatkan sifat yang keras masyarakat lain atau mas depan yang tak tentu.
Isilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spotnan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tetapi yang secara fundamental berbeda dengannyadalam hal-hal yang lain. Massa diwakili oleh orang-orang yang berperanserta dalam perilaku missal seperti mereka yang terbangkitkan minatnya oeleh beberap peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai dibertakan dalam pers atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas. Ciri-ciri massa adalah :
1)      Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tignkat kemakmuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai masa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti peradilan tentang pembunuhan misalnya malalui pers
2)      Massa merupakan kelompok yang anonym, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonym.
3)      Sedikit interaksi atau bertukar pengalaman antar anggota-anggotanya.


=============================================================


Studi Kasus :
Menyinggung masalah yang dibahas pada artkel diatas, menurut Saya, pelapisan masyarakat itu sama sekali tidak menghasilkan manfaat, justru sebaliknya akan menghasilkan kesenjangan sosial antara berbagai pihak. Pelapisan sosial terkesan membandingkan kondisi sosial masyarakat dan mengelompokkannya berdasarkan kriteria tertentu yang lebih sering merujuk pada materialisme. Padahal, di mata Tuhan Yang Maha Esa, derajat manusia itu adalah sama, tidak ada perbedaan sama sekali. Oleh karena itu, menurut saya, Pelapisan Sosial itu tidak menghasilkan manfaat, justru malah lebih menghasilkan masalah.

Kesimpulan :
bahwa sebenarnya manusia itu sama derajatnya hanya saja keadaan yang membuat kita tidak terlepas dari pelapisan derajat seperti contoh : Tidak mungkin seseorang pegawai mendapatkan kehormatan atau pandangan sebesar bosnya.Tetapi kadang ada orang yang senang merendahkan bahkan membuat pelapisan sosial itu sendiri layaknya orang pribumi yang menjauh dengan orang tionghoa. dan hal tersebut melanggar secara hukum maupun agama.

saran:
sebaiknya kita perlu mengerti pelapisan sosial dengan baik untuk menghindari sara,pelecehan, serta pelanggaran lainya.


sumber : http://brianhand93.blogspot.co.id/2011/11/pelapisan-sosial-dan-kesamaan-derajat.html

Sunday 15 November 2015

Perbedaan Tingkatan sosial (STRATIFIKASI SOSIAL)















Pendahuluan
Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkatan-tingkatan) sosial. Perbedaan itu tidak semata-mata ada, tetapi melalui proses; suatu bentuk kehidupan (bisa berupa gagasan, nilai, norma, aktifitas sosial, maupun benda-benda) akan ada dalam masyarakat karena mereka menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna untuk mereka. Fenomena dari stratifikasi sosial ini akan selalu ada dalam kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan mereka, tetapi bentuknya mungkin berbeda satu sama lain, semua tergantung bagaimana mereka menempatkannya.

Stratifikasi sosial berasal dari istilah Social Stratification yang berarti Sistem berlapis-lapis dalam masyarakat; kata Stratification berasal dari stratum (jamaknya : strata) yang berarti lapisan; stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau measyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Selama dalam masyarakat itu ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapis dalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan atau mungkin keturunan dari orang terhormat.

1. Dasar Timbulnya Pelapisan Sosial

                Proses yang pertama, pelapisan sosial itu terjadi karena tingkat umur (age stratification), dalam sistem ini masing-masing anggota menurut klasifikasi umur mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda; untuk masyarakat-masyarakat tertentu, ada keistimewaan dari seorang anak sulung dimana dengan nilai-nilai sosial yang berlaku mereka mendapat prioritas dalam pewarisan atau kekuasaan. Azas senioritas yang ada dalam sistem pelapisan ini dijumpai pula dalam bidang pekerjaan, agaknya ada hubungan yang erat antara usia seorang karyawan dengan pangkat atau kedudukan yang ditempatinya. Initerjadi karena dalam organisasi tersebut pada asasnya karyawan hanya dapat memperoleh kenaikan pangkat setelah berselang suatu jangka waktu tertentu – misalnya dua tahun, atau empat tahun; karena jabatan dalam organisasi hanya dapat dipangku oleh karyawan yang telah mencapai suatu pangkat minimal tertentu; dan karena dalam hal terdapat suatu lowongan jabatan baru, karyawan yang dipertimbangkan untuk mengisinya ialah mereka yang dianggap paling senior.

                Walaupun tidak mutlak benar, faktor kepandaian atau kecerdasan (intellegentsia) pada umumnya masing dipakai sebagai tolok ukur untuk membedakan orang dengan orang lainnya; dikatakan tidak mutlak benar, karena dalam penelitian modern ternyata faktor kecerdasan ini tidak sekedar hanya bisa dibangkitkan, dikembangkan bahkan juga bisa ditingkatkan yaitu dengan melalui latihan-latihan tertentu sehingga kedua belah bagian otak kiri dan kanan terangsang untuk berfikir, kreatif secara benar.

Faktor ketidak sengajaan lainnya adalah kekerabatan, maksud kekerabatan disini adalah kedudukan orang perorangan terhadap kedekatannya dengan sumber kekerabatan itu.

Bentuk lain dari sistem pelapisan yang terjadi dengan sendirinya adalah gender, fenomena ini walaupun tidak mutlak menentukan suatu pelapisan namun dalam beberapa hal juga menunjuk pada sistem itu. Sistem pewarisan pada beberapa masyarakat menunjukan kecenderungan bahwa laki-laki berhak mewarisi lebih dari perempuan; atau dalam bidang pekerjaan, khususnya pada kehidupan masyarakat yang belum begitu modern, dominasi laki-laki terasa lebih kental dibandingkan dengan perempuan, partisipasi perempuan dalam dunia kerja relatif lebih terbatas; dibandingkan dengan laki-laki para pekerja perempuan pun relatif lebih banyak terdapat di strata yang lebih rendah, dan sering menerima upah atau gaji yang lebih rendah dari laki-laki.

Sistem stratifikasi yang lain yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari ialah stratifikasi pekerjaan (occupational stratification). Di bidang pekerjaan modern kita mengenal berbagai klasifikasi yang mencerminkan stratifikasi pekerjaan, seperti misalnya perbedaan antara manager serta tenaga eksekutif dan tenaga administratif, buruh; antara tamtama, bintara,perwira pertama, perwira menengah, perwira tinggi.; Kepala dinas, kepala bagian, kepala seksi, kepala koordinator dan sebagainya.

Stratifikasi ekonomi (economic stratification), yaitu pembedaan warga masyarakat berdasarkan penguasaan dan pemilikan materi, pun merupakan suatu kenyataan sehari-hari. Dalam kaitan ini kita mengenal, antara lain, perbedaan warga masyarakat berdasarkan penghasilan dan kekayaan merekamenjadi kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Dalam masyarakat kitaterdapat sejumlah besar warga yang tidak mampu memenuhi keperluan minimum manusia untuk hidup layak karena penghasilan dan miliknya sangat terbatas, tetapi ada pula warga yang seluruh kekayaan pribadinya bernilai puluhan miliar bahkan ratusan miliar rupiah. Di kalangan petani di pedesaan, kita menjumpai beberapa perbedaan antara petani pemilik tanah, petani penggarap dan buruh tani, yang mana masing-masing strata itu memiliki cara hidup tersendiri sesuai dengan kedudukan (ekonomi) nya dalam masyarakat.

2. Tolok Ukur

kalau kita mempelajari secara umum, sistem pelapisan sosial terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian lapisan atas yang terdiri dari individu-individu yang memiliki lebih hal-hal yang bernilai atau berharga dalam masyarakat; kedudukannya ini bersifat kumulatif dalam arti mereka yang memiliki uang banyak misalnya, akan mudah sekali untuk mendapatkan tanah, kekuasaan atau mungkin juga kehormatan. Ukuran atau kriteria yang biasanya dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Ukuran kekayaan; ukuran ini dapat berupa kebendaan, barang siapa yang memiliki kekayaan palingbanyak, orang-orang itu termasuk lapisan paling atas; kekayaan tersebut, misalnya dapat dilihat dari tempat tinggal, besarnya tempat tinggal, kendaraan-kendaraan, pkaian-pakaiannya yang dikenakan, kebiasaanya dalam mencukupu kebutuhan rumah tangga, yang semuanya itu dianggap sebagai status simbol atau lambang-lambang kedudukan seseorang yang membedakannya dengan orang kebanyakan,

2. Ukuran kekuasaan; barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar, maka orang atau orang-orang itu menenmpati lapisan tertinggi dalam masyarakat.

3. Ukuran kehormatan; ukuran ini mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan, ukuran secamam ini biasanya hidup pada bentuk-bentuk masyarakat yang masih tradisional, orang-orang yang bersangkutan adalah individu yang dianggap atau pernah berjasa besar dalam masyarakat; orang atau orang-orang yang paling dihormati atau yang disegani, ada dalam lapisan atas.


4. Ukuran ilmu pengetahuan. Ukuran ini biasanya dipakai oleh masyarakat-masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Aka tetapi ada kalanya ukuran tersebut menyebabkan akibat-akibat yang negatif, oleh karena kemudian ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengertahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya; sudah tentu hal ini mengakibatkan segala macam usaha untuk mendapatkan gelar tersebut, walau melalui mekanisme yang tidak benar.

Sumber:
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195903051989011-SYARIF_MOEIS/BAHAN__KULIAH__2.pdf